Pada hari Rabu, 30 September 2020 telah dilaksanakan Seminar Zakat dan Pajak yang bertajuk “Zakat sebagai pengurang pajak: Studi Kasus di Malaysia dan Aceh” via Zoom Meeting. Seminar dihadiri oleh para akademisi dan praktisi ekonomi syariah serta peserta umum.

Seminar dibuka oleh peneliti yang tergabung dalam lembaga Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Universitas Indonesia (PEBS UI) yakni Dr. Dodik Siswantoro yang sekaligus berperan sebagai moderator dalam seminar.

Dr. Aji Dedi Mulawarman, MSA selaku Ketua Umum FORDEBI menyampaikan beberapa patah kata yang berkaitan dengan materi seminar. Beliau menyatakan bahwa zakat dapat menjadi sarana penyucian diri bagi umat dan menjadi solusi bagi permasalahan ekonomi dalam masyarakat.

“Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia semestinya bisa menjadikan zakat sebagai kekuatan untuk mendorong perekonomian nasional di masa depan. Apalagi jika dilihat dari potensi zakat yang menurut BAZNAS mencapai Rp 250 trilliun.” Lebih lanjut, Dr. Aji Dedi Mulawarman menyampaikan bahwa seharusnya zakat tidak dipandang sebagai substansi materialistik yang termonetarisasi (“monetized”) semata namun seharusnya lebih dari itu- zakat adalah penyambung silaturahim dan pencapaian keadilan. Diskursus zakat pada level material/moneter hanya akan mengarahkan ekonomi Islam ke jebakan yang sama dengan konsep pertumbuhan ala ekonomi kapitalis.

Acara kemudian dilanjutkan dengan penyampaian Keynote Speech oleh Dr. Sutan Emir Hidayat yang saat ini menjabat sebagai Direktur KNEKS.

Dalam penyampaiannya, beliau menjelaskan bahwa saat ini perkembangan ekonomi syariah di Indonesia tumbuh cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dibuktikan oleh nilai market share keuangan syariah yang kian meningkat bahkan per Juni 2020 mencapai 9,63% dari total aset keuangan syariah. Jika dilihat dari aspek zakat, tingkat pengumpulan dan penyaluran zakat di berbagai lembaga zakat di Indonesia juga terus meningkat. Indonesia bahkan telah menjadi inisiator dari Zakat Core Principles sebagai acuan prinsip-prinsip utama pengelolaan zakat di tingkat Internasional.

“Dengan dijadikannya zakat dan dana sosial keagaaman sebagai pengurang pajakp diharapkan dapat meningkatkan penghimpunan zakat dan dana sosial keagamaan serta meningkatkan empati masyarakat Indonesia.”

Dr. M. Saleh Nurzaman selaku pembicara pertama dalam seminar menyampaikan bahwa di Indonesia zakat diperlakukan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP) berbeda dengan di Aceh dan Malaysia yang menjadikan zakat sebagai pengurang pajak.

“Kedudukan zakat dan pajak harus setara salah satu contohnya bisa mengacu pada Income Tax Act 1967 Act No. 53 di Malaysia. Indonesia perlu melakukan amandemen undang-undangan pajak untuk mengakomodir zakat sebagai pengurang pajak.”

Pendapat tersebut juga sejalan dengan penyampaian pembicara selanjutnya yaitu Ir. Tirmizi selaku Kokanwil DJP Aceh.

“Gagasan mengenai zakat sebagai pengurang PPh diharapkan dapat terealisasi melalui upaya penguatan kelembagaan pemerintah yang pada akhirnya akan menghadirkan suatu peraturan pemerintah yang mengatur tentang hal ini.”

Pembicara selanjutnya yaitu anggota DPR RI Dr. Anis Byarwati juga menyarankan bahwa untuk mewujudkan kebijakan zakat sebagai pengurang pajak memerlukan kajian kebijakan yang lebih komprehensif serta membutuhkan adanya sinergi antara keuangan publik negara dan keuangan sosial islam. Kebijakan ini juga perlu mendapat dukungan penuh dari pemerintah dan para stakeholder, dan memerlukan

“Paradigma pemerintah mengenai zakat sebagai pengurang pajak yang dapat mengurangi pendapatan negara juga harus dihilangkan. Untuk itu perlu dilakukan langkah untuk mengubah paradigma tersebut salah satunya dengan melakukan kajian yang melibatkan pemerintah di dalamnya.”

Pelaksanaan seminar ini diharapkan dapat meningkatkan literasi masyarakat mengenai usulan kebijakan zakat sebagai pengurang pajak yang kemudian akan merealisasi kebijakan zakat sebagai pengurang pajak.

Pada hari Kamis, 1 Oktober 2020, seminar dimoderatori oleh Dr. Agus Munandar SE., M.Sc. Pembicara pertama dalam seminar ini adalah En. Azhar Ismail dari Pusat Pungutan Malaysia. Beliau membahas mengenai penerapan zakat di Malaysia.

“Setiap tahun penghimpunan zakat di Malaysia terus meningkat, bahkan penghimpunan zakat pendapatan adalah yang paling tinggi. Umat muslim tidak perlu membayar dua kali, cukup membayar zakat saja untuk menggantikan pembayaran pajak. Selain itu mekanisme pembayaran zakat di Malaysia terus dipermudah sehingga penghimpunan zakat di Malaysia semakin tinggi”

Seminar kemudian dilanjutkan dengan penyampaian oleh pembicara kedua yaitu Dr. Mahbubi Ali dari
International Institute of Islamic Studies (IAS) Malaysia. Beliau membahas mengenai zakat yang menjadi sistem pajak dalam Islam.

“Dalam Islam, terdapat berbagai pandangan terhadap zakat dengan pajak. Yusuf Al-Qardhawi menyatakan bahwa zakat adalah kewajiban terhadap agama, sedangkan pajak adalah kewajiban terhadap negara. Mazdar F. Masudi menyamakan antara zakat dengan pajak. Bahkan zakat dapat menjadi pengganti pajak, dimana orang yang telah membayar zakat tidak perlu lagi membayar pajak.”

Pembicara berikutnya adalah Norshalinda Bukhari dari Lembaga Hasil dalam Negeri Malaysia yang membahas mengenai mekanisme zakat sebagai pengurang pajak di Malaysia.

“Para pembayar individu atas zakat, fitrah, ataupun dana keagamaan lainnya akan mendapat pengurang pajak pendapatan sesuai dengan Income Tax Act 1967 subsection 6A (3). Beberapa perusahaan juga telah membayarkan zakat dan menjadi pengurang Pendapatan Kena Pajak (PKP).”

Seminar kemudian dilanjutkan dengan materi mengenai zakat sebagai katalis dalam perekonomian halal oleh Prof. Abdul Ghafar Ismail sebagai salah satu Dosen di Universitas Islam Sains Malaysia.

“Terdapat keterkaitan antara perekonomian halal dengan zakat. Zakat dibayar dengan harta halal yang menjadikan zakat berkaitan dengan perekonomian halal.”